Kasihinfo.com Klaten - Guru Besar Bidang Ilmu Fiqih yang juga sebagai Sekertaris Majelis Ulama Indonesia ( MUI ) Provinsi Jawa Tengah Prof.Dr.H.Imam Yahya, M.Ag mengatakan bahwa MUI merupakan wadah pengabdian bagi para ulama, zu'ama dan cendekia yang memiliki tugas dan fungsi untuk melayani umat (khadimul umat) dan menjadi mitra pemerintah (shadiiqul hukumah).
Hal itu disampaikan Imam Yahya saat menjadi nara sumber pada acara Silaturrahmi ormas Islam dan elemen masyarakat dengan Forkopimda Kabupaten Klaten, Sabtu ( 25/11/2023 ) di aula Al-Ikhlas kantor kemenag Klaten.
Menurutnya pengabdian MUI kepada umat dan kemitraannya dengan pemerintah ibarat dua sisi uang mata logam yang tidak bisa dipisahkan.
"Perumpamaan antara hubungan kekuasaan dan agama adalah saudara kembar. Agama adalah fondasi, sedangkan penguasa adalah penjaganya. Sesuatu yang tidak ada fondasinya akan runtuh, sedangkan sesuatu yang tidak memiliki penjaga akan hilang" katanya.
Menurutnya tidak sempurna kekuasaan dan kontrol kecuali dengan penguasa dan cara untuk menyelesaikan masalah hukum dengan fikih (pengetahuan agama).
"MUI sebagai pelayan (khadim) umat dan mitra (shadiiq) pemerintah merupakan komitmen MUI untuk mewujudkan harmoni keummatan, kebangsaan dan keagamaan." ujarnya.
Dijelaskan kata shadiiq dalam kamus Arab diartikan shahib yang artinya dalam bahasa Indonesia bisa disebut teman, kawan atau mitra. Posisi seorang teman, kawan atau mitra adalah menghubungkan (silaturrahim) dengan teman yang lain, menyemangati dalam kebaikan, berada di tengah menjadi juru damai ketika antara satu teman dengan teman yang lainnya saling bertikai.
"Teman/mitra sejatimu adalah orang yang senantiasa berkata benar kepadamu bukan yang selalu membenarkanmu." kata Imam Yahya mengutip perkataan Sayyidina Imam Ali.
Jadi, teman atau mitra yang baik itu adalah mereka yang berkata benar kepada sesama temannya, bukan selalu membenarkan tindakannya.
MUI kata Imam Yahya sebagai mitra (shadiiq) pemerintah dalam hal melakukan pengabdian (khidmah) kepada umat tidak mungkin MUI melanggar atau bertentangan dengan aturan pemerintah. Tidak ada satupun program kerja MUI, informasi (maklumat), penjelasan (bayan), dan panduan dan jawaban hukum (fatwa) MUI yang berseberangan dengan aturan dan ketentuan pemerintah, bahkan malah menjadi penguat atas kebijakan dan aturan pemerintah, seperti Fatwa MUI terkait pelaksanaan ibadah di masa pandemi, program vaksinasi, pengelolaan zakat, menolak tindakan teror dan lain sebagainya.
"Dalam konteks MUI sebagai shadiiq (mitra) dari pemerintah, dalam kapasitasnya sebagai wadah perkumpulan ulama, zu'ama dan cendekia keputusan MUI secara kelembagaan telah banyak membantu dan menguatkan pemerintah dengan cara memberikan masukan dan saran untuk kemaslahatan pemerintah, khususnya yang berkaitan dengan keagamaan, fatwa halal-haram sebuah produk, dan kemaslahatan umat." katanya.
Dikatakan hubungan MUI dengan pemerintah merupakan hubungan saling melengkapi dan menguatkan untuk kepentingan keummatan, keagamaan dan kebangsaan menuju kemaslahatan nasional.
Keberadaan MUI saat ini dan masa akan datang sangat dibutuhkan umat Islam dan pemerintah. MUI tidak hanya menjadi benteng keberagamaan, tapi juga benteng dalam menjaga NKRI.
"Pemerintah sangat meyakini dan mempercayai komitmen MUI terhadap NKRI dan pemberantasan terorisme. Karena itu, salah satu bentuk komitmen MUI adalah dibentuknya Badan Penanggulangan Ekstremisme dan Terorisme (BPET)." pungkasnya. ( *Moch.Isnaeni* ).