KLATEN --- Ketua Forum Kerukunan Umat Beragama ( FKUB ) Kabupaten Klaten KH Syamsuddin Asyrofi memberikan apresiasi atas digunakannya Pura Shantiloka yang berada di Pusat Edukasi Kerukunan Umat Beragama di komplek Ghra Bung Karno Klaten mulai digunakan untuk peribadatan bagi umat Hindu di Klaten.
"Kami bersyukur akhirnya Pura Shantiloka di pusat edukasi kerukunan umat beragama di komplek Ghra Bung Karno Klaten resmi digunakan bagi umat Hindu di Klaten untuk beribadah" katanya saat upacara Ngenteg Linggih dalam tradisi Hindu sebelum Pura digunakan untuk beribadah Minggu ( 7/9/2025 ).
Keberadaan 6 rumah ibadah di pusat edukasi kerukunan umat beragama komplek Ghra Bung Karno Klaten kata Syamsuddin dimaksudkan sebagai sarana untuk ibadah masing-masing umat agama sekaligus sebagai sarana merawat kerukunan.
Romo Wiku Satya Dharma Telaga Ketua Pandita ( Dharma Upapatti ) Provinsi Jawa Tengah yang memimpin upacara ini mengatakan bahwa upacara Ngenteg Linggih dalam tradisi Hindu adalah upacara yadnya yang bertujuan mengukuhkan dan mensthanakan Ida Sang Hyang Widhi Wasa (Tuhan Yang Maha Esa) beserta manifestasinya pada sebuah bangunan suci (seperti pura atau padmasana) agar menjadi tempat yang suci dan kudus untuk pemujaan.
Hal itu disampaikan Romo Wiku saat meresmikan Pura Shantiloka di komplek Ghra Bung Karno Klaten yang merupakan pura bagian dari pusat edukasi kerukunan umat beragama Forum Kerukunan Umat Beragama ( FKUB ) Kabupaten Klaten Minggu ( 7/9/2025 ).
Menurutnya upacara ini merupakan bagian dari ibadah yang dilakukan setelah bangunan suci selesai dibangun, dan berfungsi untuk menyucikan serta memberikan kekuatan spiritual pada tempat tersebut, sekaligus memperkuat hubungan harmonis antara manusia dengan Tuhan, alam, dan sesama.
"Makna dan Tujuan Upacara Ngenteg Linggih
adalah menobatkan atau mensthanakan Ida Sang Hyang Widhi dalam wujud-Nya pada pelinggih atau bangunan suci yang baru, sehingga Beliau berkenan hadir dan bersemayam di sana" katanya..
Dikatakan upacara ini sekaligus sebagsi penyucian dan Penyaktian yakni menyucikan dan menyakralkan bangunan suci agar layak sebagai tempat konsentrasi pemujaan umat Hindu.
"Upacara ini adalah pengukuhan Kedudukan yakni mengukuhkan kembali kedudukan tempat suci sebagai sarana pemujaan kepada Ida Sang Hyang Widhi." ujarnya.
Selain itu upacara ini juga dimaksudkan untuk memperkuat Sradha dan Bhakti yakni memberikan kesempatan bagi umat Hindu untuk meningkatkan dan memperdalam sradha (keyakinan) dan bakti (pengabdian) kepada Tuhan Yang Maha Esa.
"Tentunya kita pubya harapan untuk menciptakan Keharmonisan, yaitu
memperkuat hubungan yang harmonis antara manusia dengan Tuhan, alam, dan sesama, sesuai dengan filosofi Hindu" katanya.
Sementara itu ketua panitia upacara Ngeteg Linggi dan melapas pura Shantiloka I Gusti Gde Hendrata Wisnu mengatakan bahwa kegiatan upacara ini bagian dari Ibadah dan Rangkaian Upacara Yadnya dengan
Upacara Ngenteg Linggih adalah salah satu bentuk yadnya (korban suci) yang dilakukan untuk memuliakan Tuhan.
Setelah selesai Pembangunan sebelum digunakan untuk ibadah maka disuatu Pura
dilaksanakan upacara ini setelah bangunan suci seperti padmasana, sanggah pemerajan, atau pura selesai dibangun.
"Prosesi Ritual ini tentu
melibatkan berbagai rangkaian ritual yang diawali dengan menyampaikan niat kepada Ida Bhatara (upacara nuwasen), lalu melaksanakan upacara bhuta yadnya dengan pecaruan, mendem pedagingan, mendak Ida Bhatara, serta diakhiri dengan upacara nyenuk atau nyegara gunung" katanya.
Menurut Hendrata Wisnu puncak Spiritual dari upacara ini merupakan rangkaian upacara paling akhir dari upacara pamungkah, yang mengukuhkan fungsi dan keberadaan bangunan suci sebagai pusat aktivitas keagamaan bagi umat hindu" katanya.
Inti dari upacara ini menurut Hendrata Wisnu adalah memohon kepada Hyang Widhi Wasa Tuhan Yang Maha Esa agar Pura dapat berdiri abadi sepanjang masa. ( *Moch.Isnaeni* )