Kasihinfo.com Klaten – Lebih dari 500 pemanah dari se-Jawa dan Bali berpartisipasi dalam Gladhen Ageng Jemparingan yang digelar di lapangan Kalibajing, Desa Pakahan, Kecamatan Jogonalan, Minggu (24/7/2022). Acara tersebut digelar dalam rangka menyambut HUT ke-218 Kabupaten Klaten.
Ketua panitia, Agung Kritantana mengatakan peserta yang hadir berasal dari 20 kota di Jawa dan Bali, termasuk dari Pulau Madura. Lomba panahan tradisional ini digelar dengan gaya mataraman atau memanah bandulan (sasaran) dengan posisi duduk atau bersila.
“Gelaran ini termasuk ajang jemparingan mataraman terbesar selama pandemi Covid-19 dengan melibatkan peserta dari luar Jawa Tengah dan DIY,” paparnya saat ditemui tim Diskominfo Klaten, Minggu pagi.
Setiap peserta yang mengikuti Gladhen Ageng Jemparingan kali ini diwajibkan mengenakan pakaian adat dari daerah masing-masing. Bagi peserta dari Jawa, mengenakan sorjan dan kain jarik lengkap dengan ikat kepala atau blangkon dan kain kemen serta udeng untuk peserta dari Bali. Pun demikian dengan pemanah perempuan yang andil dalam ajang ini; mengenakan kebaya dan kain jarit maupun kemen.
“Ini merupakan salah satu syarat wajib peserta, sehingga jika ada peserta yang tidak mengenakan pakaian adatnya maka akan didiskualifikasi meskipun berhasil mendapatkan poin yang tinggi selama lomba,” kata Agung.
Penyelenggaraan Gladhen Ageng Jemparingan gaya mataraman inipun mendapatkan apresiasi dari Dinas Kebudayaan Pemuda Olahraga dan Pariwisata (Disbudporapar) Klaten. Kepala Disbudporapar Klaten, Sri Nugroho yang hadir untuk membuka acara tersebut menyampaikan ajang tersebut merupakan upaya kelompok masyarakat dalam melestarikan budaya.
“Tentu hal ini akan sangat berarti bagi generasi selanjutnya. Lewat ajang ini, generasi penerus diajak mengenal budaya sekaligus kegiatan olahraga yang telah dilestarikan secara turun temurun,” ungkapnya.
Menurutnya jemparingan gaya mataraman juga merupakan identitas bangsa yang harus terus dijaga. Hal ini lantaran melalui ajang tersebut, masyarakat khususnya peserta yang ikut andil di dalamnya, diajak untuk bangga dengan budaya yang dimilikinya.
“Seperti pengenaan pakaian adat bagi seluruh peserta sebagai representatif latar belakang budaya dari daerah masing-masing, tentu ini merupakan upaya yang luar biasa. Kami berharap kegiatan semacam ini terus dibudayakan oleh masyarakat agar tidak tergerus oleh budaya asing,” paparnya. (ang/Kominfo-klt)